Parābhavasutta 113-114

06 May 2019

No.28/II/Mei/2019

113) Demikianlah, kami mengetahui hal ini. Inilah sebab kesebelas untuk keruntuhan. “Beritahukanlah yang kedua belas, Begawan. Apakah sebab untuk keruntuhan?”

114) “Apabila seseorang yang memiliki sedikit harta kekayaan dan bernafsu besar lahir di keluarga kesatria; dia beraspirasi menjadi raja, inilah sebab untuk keruntuhan.”

Yang dimaksud dengan seseorang yang memiliki sedikit harta kekayaan (appabhogo) adalah dia yang tidak memiliki simpanan kekayaan dan pekerjaan yang bisa menghasilkan pendapatan (sannicitānañca bhogānaṃ āyamukhassa ca abhāvato).

Sedangkan yang dimaksud dengan bernafsu besar adalah seseorang yang memiliki nafsu untuk mengejar kekayaan sangat besar, yang tidak puas dengan apa yang telah didapatkan (mahatiyā bhogataṇhāya samannāgato, yaṃ laddhaṃ, tena asantuṭṭho).

Yang dimaksud dengan terlahir di antara keluarga para kesatria adalah lahir di antara keluarga para kesatria (khattiyānaṃ kule jāyati). Sedangkan yang dimaksud dengan dia beraspirasi menjadi raja adalah oleh karena nafsu yang sangat besar tersebut, dia beraspirasi menjadi raja—yang menjadi warisannya sendiri—dengan menggunakan upaya yang salah yang di luar jangkauan; atau dia beraspirasi menjadi raja yang seharusnya tidak bisa didapatkannya karena menjadi milik (hak) orang lain. Beraspirasi demikian, ketika memberikan kepada pasukan dan yang lain sedikit uang, dia tidak memperoleh posisi sebagai raja, bahkan berada dalam kehancuran.

Jadi jika seseorang yang memiliki sedikit modal namun bernafsu untuk mendapatkan posisi yang sangat tinggi hal ini tentu akan membawa ke arah kehancuran. Hal ini dikarenakan orang tersebut akan mengerahkan segenap upaya serta menghalalkan segala cara hanya untuk mencapai ambisinya. Biasanya orang seperti ini tidak akan bersaing dengan cara yang sehat dan adil, malah cenderung untuk menggunakan cara-cara yang tidak baik misalnya memfitnah dan lain-lain. Seperti yang sudah kita ketahui, memfitnah adalah salah satu dari sepuluh kamma buruk yang mempunyai kekuatan untuk menghasilkan kelahiran kembali di alam yang menyedihkan, itulah mengapa perilaku seperti ini disebut sebagai sebab untuk keruntuhan.

Jadi demikianlah salah satu penyebab keruntuhan, yaitu ambisi besar untuk menjadi raja tetapi tidak mempunyai modal yang cukup sehingga nekad melakukan hal-hal buruk yang dapat menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan. Bila kita merenungkan dengan bijaksana, apa sebenarnya tugas utama di dalam kehidupan kita ini? Apakah untuk meraih posisi yang penting? Tentu saja bukan. Tugas utama kita dalam kehidupan ini adalah memanfaatkan semua pengalaman kehidupan kita sehari-hari untuk memupuk pāramī kita, melemahkan semua kilesa dan kemudian menghancurkannya. Kita saat ini masih berputar-putar di dalam saṃsāra. Perjalanan ini bisa saja tanpa akhir.

Di sepanjang perjalanan ini ada satu hal yang sangat penting untuk dilakukan yaitu menyempurnakan sepuluh pāramī.

Sumber: Ashin Kheminda, Buku Kompilasi Ceramah tentang SUTTANTA, Dhammavihārī Buddhist Studies, Jakarta, 2019. Hlm 87-97