No.30/III/Juli/2019
Sutta ini merekam nasihat Buddha kepada seorang murid dari Y.A. Sariputta secara tidak langsung. Walaupun demikian, isi dari sutta ini juga bermanfaat bagi kita semua karena berkaitan dengan budi pekerti yang kita butuhkan di dalam menjalani kehidupan—tidak hanya di kehidupan ini namun juga untuk kelahiran-kelahiran mendatang—supaya bisa berkembang dewasa secara spiritual. Syair pertama adalah sebagai berikut:
326) Budi pekerti apa, perilaku apa saja, dengan mempraktikkan kamma apa; seseorang kukuh dengan sempurna dan mencapai hasil yang tertinggi?
Sehubungan dengan hal tersebut, yang dimaksud dengan budi pekerti apa adalah perilaku apa yang harus dihindari atau sifat seperti apakah yang hendaknya dimiliki oleh seseorang? Selanjutnya, pertanyaan perilaku apa saja? berkaitan dengan tindak-tanduk positif apa saja seseorang hendaknya mengupayakannya? Berkaitan dengan hal tersebut, sīla (peraturan moralitas/perilaku) dibedakan menjadi dua, yaitu sīla yang positif (cārittasīla) dan sīla yang negatif (vārittasīla). Sīla yang positif adalah budi pekerti atau perilaku yang harus kita lakukan. Sedangkan sīla yang negatif adalah perilaku yang tidak boleh kita lakukan atau yang harus kita hindari.
Sedangkan penjelasan untuk dengan mempraktikkan kamma apa? adalah menambah kamma-kamma melalui tubuh, ucapan dan pikiran, apa saja. Yang dimaksud dengan menambah adalah menumbuhkan kamma yang baik.
Di sini kita harus tahu 10 kamma baik itu apa saja karena jika kita tidak tahu lalu bagaimana kita bisa terus menambahnya? Kalau kita tidak tahu maka kita akan menganggap kamma buruk sebagai kamma baik, dan dengan demikian yang Anda tambah adalah kamma buruk. Demikian juga sebaliknya, kamma baik kita anggap sebagai kamma buruk sehingga terus kita hindari. Inilah mengapa belajar pariyatti (Tipiṭaka) menjadi sangat penting.
Yang dimaksud dengan seseorang kukuh dengan sempurna adalah seseorang menjadi sangat mantap di dalam sāsana. Sedangkan yang dimaksud dengan dan mencapai hasil tertinggi adalah ‘dan dia mencapai ke-Arahat-an/Arahatta, yang tertinggi dari semuanya.’
Sumber: Kheminda A. Kompilasi Ceramah tentang SUTTANTA, Dhammavihārī Buddhist Studies, Jakarta, 2019. Hlm 103-113.