Berlatih dan Belajar bersama Sayalay Susīlā

26 Aug 2018

Para umat Dhammavihārī Buddhist Studies (DBS) berkesempatan untuk mendapatkan bimbingan meditasi dan ceramah Dhamma dari Sayalay Susīlā pada tanggal 22, 25 dan 26 Agustus 2018.

Pada hari pertama, acara meditasi yang dihadiri oleh kurang lebih 150 peserta. Acara diawali dengan intrusksi meditasi dari Sayalay Susīlā yang berjudul “Perhatian Penuh terhadap Napas Masuk dan Napas Keluar (Ānāpānasati).

Beliau menjelaskannya sesuai dengan yang tertera di dalam Ānāpānasati Sutta (MN. 118). Kata Ānāpānasati terdiri dari dua bagian yaitu ānāpāna dan sati. Ānāpāna berarti napas masuk dan napas keluar, sedangkan sati atau perhatian penuh mengandung dua makna, yaitu mengetahui napas yang sedang berlangsung dan tidak lupa akan napas.

Objek pada latihan ini adalah napas. Perhatian penuh diarahkan di bawah hidung, namun bukan pada titik sentuh udara yang bergesekan dengan kulit. Area pengamatan tidak ditujukan pada area kecil di bawah hidung, namun area yang lebih luas.

Saat berlatih meditasi Ānāpāṇasati sikap batin yang baik berupa pikiran yang tenang sangat diperlukan. Perhatian penuh (sati) adalah faktor mental yang bertugas untuk mengamati atau memperhatikan napas, bukan untuk menggenggam napas. Jika energi yang dikeluarkan untuk fokus pada napas terlalu berlebihan, maka hanya akan menimbulkan ketegangan. Padahal untuk dapat berkonsentrasi maka dibutuhkan keadaan yang sangat rileks.

Empat tahapan Ānāpānasati dijelaskan oleh Sayalay Susīlā sebagai berikut:

  1. “Pada saat menarik napas panjang, saya mengetahui saya menarik napas panjang. Pada saat menghembuskan napas panjang, saya mengetahui saya menghembuskan napas panjang.”
  2. “Pada saat menarik napas pendek, saya mengetahui saya menarik napas pendek. Pada saat menghembuskan napas pendek, saya mengetahui saya menghembuskan napas pendek.”
  3. Mengamati keseluruhan tubuh napas, yaitu mengetahui awal napas masuk, pertengahan napas masuk dan akhir napas masuk. Demikian pula dengan napas keluar (Sabbakāya). Napas yang semakin halus adalah tujuan dari latihan.
  4. Menenangkan semua formasi-formasi batin. Pada tahapan ini, ada dua pertanda, yaitu napas sudah menjadi amat halus, bahkan beberapa yogi tidak merasakan napas.

Pada pemula, tidak mudah untuk mengetahui panjang pendeknya napas sehingga cukup mengetahui napas yang sedang berlangsung adalah napas masuk atau keluar. Seiring dengan berjalannya waktu dan konsentrasi yang semakin terbangun maka secara alami akan diketahui napas tersebut panjang atau pendek.

Berbagai rintangan dapat muncul saat berlatih meditasi seperti halnya malas dan kantuk, rasa sakit atau kesemutan, serta pikiran yang mengembara (kebingungan). Sayalay memberikan tips-tips sederhana untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Bila seseorang dapat mempertahankan konsentrasi terhadap napas pada jangka waktu tertentu maka tanda konsentrasi atau nimitta akan muncul. Pada tahapan awal tanda yang muncul disebut parikkama nimitta, tanda konsentrasi berupa asap berwarna abu-abu. Pada tahapan ini yogī belum diperkenankan untuk memindahkan perhatiannya ke nimitta.

Tahapan nimitta berikutnya adalah uggaha nimitta, yang berupa awan putih, kuning atau biru, bisa berbentuk seperti bintang atau bulan dengan warna-warna tersebut. Saat nimitta seakan semakin mendekat kepada wajah, stabil, tidak berubah bentuk, berpindah atau hilang dalam jangka waktu yang cukup lama, maka di saat itulah kita bisa memindahkan perhatian kita dari napas ke nimitta. Beberapa yogī menyatakan bahwa nimitta juga seakan-akan menyerupai magnet yang menarik batin ke dalam.

Bila konsentrasi tetap terjaga maka akan sampai kepada tahap di mana nimitta menjadi semakin terang dan bercahaya dan disebut sebagai paṭibhāga nimitta. Namun selama meditasi jangan mempunyai keinginan untuk mendapatkan nimitta. Ini adalah bentuk dari lobha atau keserakahan. Sayalay Susīlā menasihati agar berlatih dengan batin yang seimbang, tanpa adanya pengharapan apa pun selama bermeditasi.

Pada hari Sabtu, 25 Agustus 2018, Sayalay Susīlā membimbing meditasi pengembangan cinta kasih (mettā bhāvanā). Meditasi ini menjadi semakin popular dibandingkan dengan meditasi Ānāpāṇasati dikarenakan pada zaman sekarang manusia seringkali hidup dalam ketegangan dan sulit berbahagia. Meditasi ini terbukti dapat membawa kebahagiaan bagi diri dan juga kepada makhluk lainnya.

Dalam kesempatan ini, Sayalay Susīlā menjelaskan tahapan meditasi cinta kasih secara detail. Ada dua macam latihan meditasi cinta kasih, yaitu yang tidak untuk mencapai konsentrasi absorpsi dan yang ditujukan untuk mencapai konsentrasi absorpsi (jhāna). Jenis latihan yang pertama dapat diterapkan dalam aktivitas sehari-hari bukan dalam posisi meditasi. Prinsip dari latihan ini adalah membahagiakan diri sendiri terlebih dahulu, baru kemudian memancarkan cinta kasih kepada makhluk lain. Cukup dengan menyebutkan dalam hati “semoga Anda berbahagia” dengan tulus, saat bertemu dengan siapa pun.

Untuk latihan jenis kedua dengan tujuan untuk mencapai jhāna juga dimulai dengan memancarkan cinta kasih kepada diri sendiri, lalu berturut-turut kepada orang yang dihormati, orang terdekat yang disayangi, orang-orang yang netral dan yang terakhir adalah kepada musuh atau orang yang tidak kita sukai.

Pada hari Minggu, 26 Agustus 2018, Sayalay Susīlā memberikan ceramah Dhamma yang berjudul “Contemplation of Mind” atau Perenungan terhadap Kesadaran kepada kurang lebih 500 umat kelas Pariyatti Sāsana.

Sayalay menjelaskan bahwa semua kilesa atau kotoran batin berasal dari batin itu sendiri. Jika kita tidak mampu memperhatikan batin saat kilesa muncul maka kilesa akan keluar dalam bentuk ucapan (vacīkamma) atau perilaku tubuh (kāyakamma). Saat akusala kamma terbentuk maka akan ada potensi buah kamma yang akan mengikuti arus batin kita dari satu kelahiran ke kelahiran berikutnya.

Pada kelas Pariyatti Sāsana kali ini, Sayalay Susīlā menjelaskannya sesuai dengan yang tertera di dalam Mahāsatipaṭṭhāna Sutta (MN 10) bagian Perenungan tentang Kesadaran (Cittānupassanā). Pada kesempatan ini, beliau juga menjelaskan cara berlatih perenungan ini di dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan merenungkan batin sebagai batin, bukan batin sebagai “milikku”, “aku” atau “rohku”.

Sayalay mencontohkan saat batin sedang dilanda kemarahan, kita seharusnya melihat batin tersebut sebagai batin yang sedang marah. Seringkali kita memahaminya sebagai, “Saya sedang marah”, ini karena masih ada sakkāyadiṭṭhi, yaitu pandangan salah tentang identitas diri. Seharusnya dipahami sebagai, “ada kemarahan”. Itu saja. Demikian juga halnya dengan kotoran batin lain seperti nafsu, kebencian, kesombongan, kemalasan dan kantuk, kebingungan, keraguan dan lain-lain, bila mereka muncul di dalam batin. Kemudian, saat kotoran batin tersebut lenyap dari batin, kita juga mengetahuinya. Di samping itu kita juga harus mengetahui penyebab dari kemunculan dan kelenyapan kotoran batin tersebut.

Setelah memahami tentang kemunculan dan sebab kemunculan dan kelenyapan dari kotoran batin secara internal, maka kita juga harus mengetahuinya secara eksternal (pada orang lain). Demikian seterusnya sampai kita benar-benar memahami bahwa kesadaran adalah kesadaran dan tidak dikaitkan dengan keakuan.

Pada akhir Dhamma Talk, Sayalay meminta seluruh umat untuk berlatih perenungan batin ini dengan mengingat kemarahan yang pernah terjadi. Selanjutnya dengan penuh kesadaran mulai melihat kemarahan yang muncul dalam batin dan merenungkannya sebagai batin yang sedang dipengaruhi kemarahan.

Perhatian penuh terus-menerus diarahkan ke dalam batin yang sedang dipengaruhi kemarahan tersebut, tanpa mengaitkannya dengan aku atau milikku, tanpa memihak atau dengan netral, hingga akhirnya kemarahan itu lenyap. Dengan kelenyapan kemarahan tersebut, dengan penuh kesadaran kita merenungkan sifat ketidakkekalan (anicca).

(Yulia Suanda)