Parābhavasutta 109-110

22 Apr 2019

No.26/IV/APR/2019

109) Demikianlah, kami mengetahui hal ini. Inilah sebab kesembilan untuk keruntuhan. “Beritahukanlah yang kesepuluh, Begawan. Apakah sebab untuk keruntuhan?”

110) “Ketika seorang laki-laki yang telah melewati masa mudanya menikah dengan seorang gadis yang berpayudara seperti timbaru; dia tidak bisa tidur karena kecemburuannya terhadap istrinya, inilah sebab untuk keruntuhan.”

Yang dimaksud dengan seorang laki-laki yang telah melewati masa mudanya adalah seseorang yang telah mencapai usia 80 atau 90 tahun (yobbanamaticca āsītiko vā nāvutiko vā hutvā).

Sedangkan yang dimaksud dengan dia tidak bisa tidur karena kecemburuannya terhadap istrinya adalah tidak bisa tenang, selalu mengawasi istrinya dengan penuh kecemburuan dan berharap dia tidak mencari laki-laki lain. Kedamaian hatinya hancur karena terbakar oleh api nafsu dan kecemburuan yang membuat dia tidak bisa bekerja dengan baik.

Inilah sebab keruntuhan yang kesepuluh yaitu kecemburuan. Hanya satu itu yang disebutkan oleh Buddha sebagai sebab kesepuluh. Akibat kecemburuan tersebut kedamaian hidupnya menjadi hancur, dia tidak tenang setiap kali meninggalkan istrinya di rumah. Saat dia harus pergi bekerja, dia tidak dapat bekerja dengan hati yang tenteram. Perasaan cemburu dan takut kehilangan istrinya menguasai batinnya. Dia takut istrinya digoda oleh orang lain atau membicarakan tentang usia dirinya yang sudah tua.

Sesungguhnya, kehancuran yang terjadi adalah akibat dari kotoran batin Anda sendiri; bukan karena istri atau suami Anda. Jangan salahkan siapa-siapa. “Kotoran batin adalah satu-satunya musuh kita. Hanya satu itulah musuh kita. Dia tidak ada di luar melainkan di dalam hati kita sendiri. Setiap kerusakan dan hancurnya kebahagiaan serta kedamaian di hati, dialah penyebabnya bukan orang lain. Bahkan terhadap musuh yang sangat merusak seperti itu pun kita harus memperlakukannya dengan penuh cinta kasih.”

Dengan memahami hal-hal sederhana seperti ini hidup akan menjadi lebih positif karena kita tidak lagi sibuk menyalahkan orang lain terhadap penderitaan yang kita alami. Walaupun saat ini kotoran batin kita masih belum hancur, tetapi kita sudah mempunyai orientasi yang benar untuk mengatasi masalah kehidupan yaitu dengan terus memperbaiki hati kita, terus berusaha untuk memadamkan api kotoran batin.

Sumber: Ashin Kheminda, Buku Kompilasi Ceramah tentang SUTTANTA, Dhammavihārī Buddhist Studies, Jakarta, 2019. Hlm 84-85.