Parābhavasutta 101-102

25 Mar 2019

No.22/IV/Mar/2019

101) Demikianlah, kami mengetahui hal ini. Inilah sebab kelima untuk keruntuhan. “Beritahukanlah yang keenam, Begawan. Apakah sebab untuk keruntuhan?”

102) “Apabila seseorang yang memiliki harta kekayaan berlimpah, memiliki emas dan makan makanan yang lezat sendirian; inilah sebab untuk keruntuhan.”

Di sebab keruntuhan yang keenam ini, yang dimaksud dengan seseorang yang memiliki harta kekayaan berlimpah adalah seorang yang memiliki emas, perak dan ratna manikam yang berharga (pahūtajātarūparajatamaṇiratano). Syair ini merujuk kepada orang kaya yang kikir.

Apabila hanya membaca syair di atas tanpa membaca kitab komentar akan terkesan adanya kata-kata yang tumpang-tindih antara “memiliki harta kekayaan berlimpah” dengan “memiliki emas.” Ternyata menurut kitab komentar yang dimaksud dengan memiliki emas adalah mereka yang memiliki kahāpaṇa (mata uang India di zaman dahulu) dan di sini dibedakan dengan harta kekayaan yang berlimpah.

Kata makanan di sini mengandung arti memiliki makanan dengan aneka sup dan kari. Bahasa Pāḷi untuk sup juga mendekati Bahasa Indonesia yaitu sūpa. Sedangkan yang dimaksud dengan makan makanan yang lezat sendirian adalah makan dengan sembunyi-sembunyi dan tidak mau berbagi bahkan dengan anaknya sendiri. Kikir dalam hal makanan adalah perbuatan tercela.

Orang yang kikir adalah orang yang perlu untuk dihindari. Kekikiran adalah kamma atau perbuatan buruk yang bila menjadi kamma produktif yang menghasilkan kelahiran maka hanya kelahiran di alam yang tidak bahagia yang akan dihasilkannya. Inilah mengapa kekikiran disebut sebagai sebab keruntuhan.

Sumber: Ashin Kheminda, Buku Kompilasi Ceramah tentang SUTTANTA 1, Dhammavihārī Buddhist Studies, Jakarta, 2018. Hlm 65-66.