No.6/IV/Okt/2018
“Para bhikkhu, saya katakan bahwa kamma adalah kehendak. Setelah berkehendak kamma diperbuat—melalui tubuh, ucapan, pikiran”
Arti dari kamma adalah perbuatan. Akan tetapi, sesungguhnya bukan perbuatannya melainkan kehendak yang mendorong munculnya perbuatan, baik yang muncul melalui tubuh, ucapan maupun pikiran itulah yang disebut sebagai kamma.
Oleh karena yang disebut kamma adalah kehendak maka perbuatan yang tidak disertai dengan kehendak tidak bisa disebut sebagai kamma. Dengan kata lain, kamma tidak selalu merupakan perbuatan yang Anda lakukan dengan tubuh atau kata-kata yang Anda ucapkan. Apa yang Anda ucapkan atau apa yang Anda lakukan tidak bisa disebut kamma kalau kehendaknya berbeda. Seandainya saat ini Anda menjelaskan suatu hal kepada teman dan keesokan harinya Anda menyadari bahwa apa yang telah Anda jelaskan kemarin itu ternyata salah, maka Anda tidak bisa dikatakan telah melakukan kamma buruk yang disebut berbohong. Kenapa? Karena pada saat mengatakan sesuatu satu hari sebelumnya, dia tidak mempunyai niat untuk mengelabui temannya.
Ketika melakukan kamma, di dalam satu jentikan jari ada kira-kira satu triliun (koṭisatasahassa) kehendak muncul dan lenyap. Akan tetapi tidak semua dari satu triliun kehendak tersebut adalah kamma. Mungkin hanya sekitar 40%-nya, atau sekitar empat ratus milyar kehendak yang muncul dan lenyap adalah kamma. Jadi bisa dibayangkan, dalam satu jentikan jari saja katakanlah setengah triliun kamma baru tercipta dan tertanam di arus batin. Dari setengah triliun kehendak tersebut ada satu kehendak yang disebut sebagai kehendak yang menuntaskan. Kehendak ini adalah kehendak yarg muncul di saat semua faktor-faktor kamma telah terpenuhi. Kehendak tersebut mempunyai kekuatan untuk memunculkan kelahiran kembali. Kehendak yang muncul sebelum dan sesudahnya tidak mempunyai kekuatan untuk memunculkan kelahiran kembali melainkan mempunyai kekuatan untuk menjadi kamma pendukung, penghalang dan penghancur. kamma-kamma tersebut, walaupurn tidak menjadi kamma produktif yang memunculkan kelahiran kembali, tetapi dia menjadi kamma produktif yang muncul sepanjang kehidupan.
Inilah mengapa kalau Anda menanam satu kamma saja, maka buahnya bisa berkeranjang-keranjang. Seperti pada saat Anda menanam satu biji mangga, apakah buah mangga yang akan muncul hanya satu? Tidak! Buahnya bisa banyak sekali.
Kehidupan kita tidak lain dan tidak bukan adalah pengalaman-pengalaman yang kita alami melalui enam pintu indra dan reaksi kita terhadap objek-objek tersebut. Objek-objek yang masuk ke pintu-pancaindra adalah media untuk mematangkan kamma masa lalu. Apa yang Anda lihat, dengar, cium, rasakan dan sentuh saat ini adalah media yang mematangkan buah dari kamma masa lalu. Buah kamma tersebut adalah kesadaran-mata, kesadaran-telinga, kesadaran-hidung, kesadaran-lidah dan kesadaran-tubuh yang muncul menikmati objeknya masing-masing—yang melihat, mendengar dan seterusnya.
Sementara itu objek untuk pintu-batin bisa merupakan buah dari kamma, bisa juga bukan buah dari kamma. Misalkan, pada saat Anda tidur atau memejamkan mata, bermeditasi, tiba-tiba Anda melihat objek yang tidak menyenangkan maka objek tersebut merupakan buah dari kamma buruk yang dilakukan di masa lalu. Jadi, semua objek pancaindra dan sebagian objek pintu-batin adalah media untuk mematangkan buah kamma kita sendiri. Sedangkan reaksi kita terhadap objek tersebut adalah kamma baru yang tercipta di saat ini.
Eksistensi kita di masa kini sesungguhnya merupakan gabungan dari kamma saat ini dan buah dari kamma masa lampau. Persepsi adalah hasil kamma masa lampau walaupun demikian kita bukan manusia masa lampau tetapi juga bukan manusia masa kini. Kita adalah gabungan dari keduanya—buah kamma masa lampau dan kamma baru yang tercipta di saat ini.
Sumber: Ashin Kheminda, Buku Kamma: Pusaran Kelahiran dan Kematian Tanpa Awal, Dhammavihārī Buddhist Studies, Jakarta, 2018. Hlm. 68-80